RUU PIHU Lindungi Kepentingan Jemaah
RUU Penyelengaraan Ibadah Haji dan Umroh (PIHU) dirumuskan untuk melindungi kepentingan jemaah haji Indonesia. RUU ini menjadi payung bagi semua calon haji maupun yang sedang berhaji.
Demikian disampaikan Anggota Komisi VIII DPR RI Anda, Selasa (10/5), di Media Center dalam diskusi Forum Legislasi yang membincang RUU PIHU. Hadir pula sebagai pembicara Sekjen Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia Samidin Nasir dan Ketua Umum Rabitah Haji Indonesia Ade Marfuddin.
RUU PIHU, kata Anda, merupakan revisi atas UU No.13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dalam RUU PIHU peran regulator dan operator haji akan semakin diperjelas. “RUU kelak bisa memayungi jemaah haji agar lebih tenang dalam beribadah,” tegasnya dalam diskusi tersebut.
Dijelaskan politisi Partai Gerindra itu, dalam pengelolaan dana haji ada yang disebut direct cost dan indirect cost. Direct cost merupakan beban biaya yang harus ditanggung jemaah untuk berhaji. Sementara indirect cost merupakan biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan haji. Biaya terakhir ini diambil dari bunga simpanan haji jemaah yang sekarang mencapai Rp3,9 trliun.
Harus ada manfaat yang kembali dirasakan jemaah usai berhaji. Dan manfaat itu bisa diusahakan pemerintah dari indirect cost tersebut. Sementara itu, Ade Marfuddin menyambut baik pembahasan RUU ini oleh Komisi VIII DPR. Ada kritik yang disampaikannya dalam penyelenggaraan haji selama ini. Badan penyelenggara haji yang menjadi amanat UU No.13/2008 untuk dibentuk, ternyata belum pernah dibentuk.
Ini artinya, pemerintah dinilai belum siap menyelenggarakan haji. Selain itu, manfaat dari pengelolaan dana haji belum maksimal diberikan kepada para jemaah pasca berhaji. Di Malaysia, lanjutnya, semua jemaah selalu diberikan laporan keuangan yang lengkap usai berhaji. Ini harus menjadi contoh yang baik bagi pengelolaan dana haji di Tanah Air. (mh), foto : jaka/hr.